Minggu, 13 Mei 2012

ANEMIA POSTPARTUM

1.    Fisiologi Hemoglobin
Berwarna merah, mrupakan pigmen pembawa oksigen dalam sel darah merah. Hemoglobin merupakan protein dengan berat molekul 64.450. hemoglobin terdiri dari 4 subunit. Tiap subunit mengandung heme yang berikatan dengan koyugat polipeptida. Heme mengandung besi yang merupakan derivate porvirin. Sedangkan polipeptida disebut dengan globin.
Ada dua bagian polipetida tiap molekul hemoglobin. Pada orang dewasa normal (hemoglobin A), terdapat dua tipe polipeptida yang disebut dengan rantai α yang mengandung 141 asam amino residu. Kemudian hemoglobin A disebut juga α2β2, tidak semua hemoglobin pada darah normal orang dewasa adalah hemoglobin A. Sekitar 2.5 % hemoglobin A2 dimana rantai βdiganti dengan rantai δ (α2δ2) rantai δ juga mengandung 146 asam amino residu, ttapi 10 residu tunggal berbeda pada asam amino pada rantai β.
Hemoglobin membawa oksigen dalam bentuk oxihemoglobin, oksigen berikatan dengan Fe2+ didalam heme. Afinitas hemoglobin didalam O2 dipengaruhi oleh pH, suhu, dan konsentrasi 2,3 diphosphogliserat (2,3 DPG). 2,3 DPG dan H+ bersaing dengan O2 untuk membentuk deoxihemoglobin, dengan menurunkan afinitas hemoglobin terhadap O2 dengan menempati tempatnya pada keempat rantai.
Karbonmonoksida bereaksi dengan hemoglobin membentuk monoxihemoglobin (carboxihemoglobin). Afinitas hemoglobin pada O2 jauh lebih rendah dibandingkan dengan CO, dengan dampak digantikannya O2 yang berikatan dengan hemoglobin, sehingga terjadi penurunan kapasitas pembawa oksigen oleh darah.
Rata-rata kandungan hemoglobin normal dalam darah adalah 16 g/dl pada laki-laki dan 14 g/dlpada perempuan. Pada tubuh laki-laki dengan berat badan 70 kg, terdapat sekitar 900 g hemoglobin dan 0,3 g globin dihancurkan dan disintesis kembali setiap jam. Heme dari hemoglobin diseintesis dari glycine dan succinyl-CoA.
Ketika sel darah merah dihancurkan oleh jaringansistem makrofag. Globin dari molekul hemoglobin dihancurkan dan heme diubah menjadi biliverdin. Biliverdin kemudian dikonversi menjadi bilirubin dan diekskrsikan melalui empedu. Besi yang berasal dari heme digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Besi merupakan zat esensial untuk sintesis hemoglobin, jika tubuh kehilangan darah dan defisiensi besi tidak dikoreksi, akan terjadi anemia defisiensi besi.
   
2.    Etiologi
Anemia defisiensi besi merupakan penyebab paling sering dari anemia postpartum yang disebabkan oleh intake zat besi yang tidak cukup serta kehilangan darah selama kehamilan dan persalinan. Anemia postpartum behubungan dengan lamanya perawatan dirumah sakit, depresi, kecemasan, dan pertumbuhan janin terhambat.
Kehilanga darah adalah penyebab lain dari anemia. Kehilangan darah yang signifikan setelah melahirkan dapat meningkatkan risiko terjadinya anemia postpartum. Banyaknya cadangan hemoglobin dan besi selama persalinan dapat menurunkan risiko terjadinya anemia berat dan mempercepat pemulihan.


3.    Faktor Risiko
Banyak factor yang mempengaruhi jumlah besi pada postpartum, termasuk karakteristik ibu pada saat sebelum hamil, selama kehamilan, persalinan, dan periode postpartum. Salah satu factor risiko terjadinya anemia portpartum adalah tingginya IMT sebelum kehamilan. Risiko anemia postpartum meningkat dengan IMT dari 24-38 kg/m2, risiko anemia dua kali lebih besar pada wanita dengan overweight dengan IMT 28 kg/m2 dan tiga kali lebih besar pada wanita dengan IMT 38 kg/m2 meskipun factor perancuh sudah terkontrol. Menigkatnya risiko ini sebagian disebabkan tingginya insiden terhadap postpartum hemorage, kelahiran praabdominal, dan makrosomia pada wanita yang obesitas.
Seperti kompikasi kehilangan darah sampai 1000 ml yang sama dengan 400 mg besi. Faktanya secara klinis, perdarahan postpartum dan makrosomia masing-masing dapat menurunkan konsentrasi hemoglobin 6,4 g/dl dan 5,2 g/dl. Hal ini mennjukkan adanya hubungan antara kehilangan darah selama persalinan dan risiko defisiensi besi dan anemia.


4.    Gejala Klinis
Tergantung dari derajat berat atau tidaknya anemia, hal ini dapat berdampak negative bagi ibu selama masa nifas, kemampuan untuk menyusui, masa perawatan di rumah sakit bertambah,dan perasaan sehat dari ibu. Masalah yang muncul kemudian seperti pusing, lemas, tidak mampu menjaga dan merawat bayinya selama masa nifas umumnya terjadi.
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan anemia postpartum memiliki gejala yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan meningkatkan risiko terjadinya anemia postpartum jika dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Dampak buruk dari perubahan emosi dan perilaku ibu dangat mengkhawatirkan karena interaksi ibu dan bayi akan terganggu selama periode ini dan akhirnya akan berdampak negative terhadap perkembangan bayinya.
Kebanyakan penelitian untuk mengetahui hubungan antara defisiensi besi dengan kognitif yang difokuskan pada bayi dan anak-anak, dimana ditemukan fakta yang kuat bahwa defisiensi besi berisiko terjadinya gangguan perkembangan kognitif sekarang dan yang akan datang. Namun data terbaru menunjukkan defisiensi bsi juga berdampa buruk pada otak orang dewasa. Berbeda dengan penurunan hemoglobin, defisiensi besi berpengaruh pada kognitif melalui penurunan aktifitas enzim yang mengandung besi diotak. Hal ini kemudian mempengaruhi fungsi neurotransmitter, sel, dan proses oksidatif, juga metabolism hormone tyroid.
Para ibu yang masih menderita kekurangan zat besi sepuluh minggu setelah melahirkan kurang responsive dalam mengasuh bayinya sehingga berdampak pada keterlambatan perkembangan bayi yang dapat bersifat ireversibel. Untungnya, anemia postpartum bersifat dapat diobati dan dapat dicegah.
Defisiensi besi dapat menurunkan fungsi limfosit, netrofil, dan fungsi makrofag. Hal ini kemudian akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi yang merupakan akibat fungsional defisiensi besi. Memperbaiki status besi tubuh dengan adekuat akan memperbaiki system imun. Meskipun demikian, keseimbangan besi tubuh penting. Meskipun besi yang dibutuhkan untuk respon imun yang efektif, jika suplai besi terlalu banyak daripada yang dibutuhkan, invasi mikroba dapat terjadi karena mikroba dapat menggunakan besi untuk tubuh dan menyebabkan eksaserbasi infeksi.

5.    Diagnosis
Besi merupakan salah satu komponen kunci dari hemoglobin, oleh karena itu tubuh yang kekurangan besi akan berdampak pada system transformasi oksigen yang akan mengakibatkan gejala sepert nafas pendek dan lemas yang merupakan dua gejala klasik dari anemia.
Normal kadar hemoglobin pada hari keempat postpartum adalah lebih dari 10 g/dl dengan kadar eritrosit paling sedikit 3,5 juta/ml. ketika kadar hemoglobin di bawah 10g/dl dan akadar eritrosit kurang dari 3,5 juta/ml maka dapat didiagnosis anemia, jika kadar hemoglobin diatas 8 g/dl disebut anemia ringan dan jika berada pada level dibawahnya maka disebut anemia berat.

   
7.    Pencegahan
Centre for Disease Control and Prevention merekomendasikan untuk melakukan skrining anemia terhadap wanita 4-6 minggu postpartum, dengan perdarahan yang banyak sewaktu melahirkan, dan pada kelahiran kembar.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian suplemen besi pada masa kehamilan memberikan hasil kadar hemoglobin ibu lebih tinggi sampai dua bulan postpartum dan konsentrasi serum feritin lebih tinggi sampai enam bulan postpartum. Level feritin memberikan gambaran jumlah cadangan besi dalam tubuh.
Selama kehamilan, absorbs besi lebih efisien. Hal ini menguntungkan bagi wanita hamil yang membutuhkan peningkatan kadar zat besi dalam tubuh. Mengingat kebutuhan kalori tidak meningkat sebanyak itu ( hanya membutuhkan 500 tambahan kalori), untuk mendapatkan kebutuhan zat besi diperlukan tambahan sebesar 3000 kalori sehari. Hal ini kemudian menyebabkan suplemen besi lebih banyak dipilih. Besi bukan hanya satu-satunya yang mampu mempertahankan kadar hemoglobin. Banyak dari perempuan yang mengalami anemia tidak responsive hanya dengan pemberian preparat besi saja. Asam folat, B12, dan protein semuanya mempunyai peran pada struktur hemoglobin. Vitamin A dan C juga memberikan kontribusi dalam absorbs besi.
Prinsip pencegahan terjadinya anemia postpartum adalah perdarahan selama persalinan harus dimaksimalkan dengan penatalaksanaan aktif pada kala tiga. Wanita dengan risiko tinggi mengalami perdarahan harus dianjurkan untuk melahirkan di rumah sakit. Control yang ketat terhadap wanita yang berobat dengan antikoagulan seperti low-molecular-heparin (LMWH) akan meminimalisir kehilangan banyak darah.
Berdasarkan fakta yang didukung dengan berbagai hasil penelitian, menejemen aktif kala tiga merupakan suatu metode yang terbukti untuk menurunkan jumlah kehilangan darah postpartum. HB sebelum persalinan harus dioptimalkan untuk mencegah terjadinya anemia.


DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/46490832/Anemia-Postpartum