Selasa, 26 Juni 2012

KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar belakang
        Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Development Goals/MDGs, 2000) pada tahun 2015 diharapkan Angka Kematian Ibu menurun sebesar tiga-perempatnya dalam kurun waktu 1990-2015 dan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Balita menurun sebesar dua-pertiga dalam kurun waktu 1990-2015. Berdasarkan hal itu Indonesia mempunyai komitmen untuk menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 102/100.000 KH, Angka Kematian Bayi dari 68 menjadi 23/1.000 KH, dan Angka Kematian Balita 97 menjadi 32/1.000 KH pada tahun 2015.
       Penyebab langsung kematian Ibu sebesar 90% terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan (SKRT 2001). Penyebab langsung kematian Ibu adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung kematian Ibu antara lain Kurang Energi Kronis/KEK pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%).
Ibu hamil yang mengalami KEK sekitar 27,6 % (susenas,1999) serta dampak buruk yang ditimbulkan akibat terjadinya gizi kurang pada ibu hamil maka hal ini perlu kiranya mendapat perhatian serius dari pemerintah.
       Berdasarkan hasil survei Garam Yodium Rumah Tangga tahun 2003 prevalensi ibu hamil yang mengalami KEK di Jawa Barat adalah 14,30 % serta di DKI Jakarta sekitar 13,91 %.
Ibu hamil diketahui menderita KEK dilihat dari pengukuran LILA, adapun ambang batas LILA WUS (ibu hamil) dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai resiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lebih rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak.
          Pada dewasa ini pemerintah telah mengupayakan pemberian PMT bagi ibu hamil melalui puskesmas serta tempat pelayanan kesehatan lainnya agar msalah gannguan gizi ini dapat ditanggulangi agar dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas maternal sehingga tercapainya ggenerasi penerus yang sehat demi terwujudnya Indonesia Sehat 2015.
Selama penulis praktek lapangan di Puskesmas Rawang Kecamatan Padang Selatan, satu bulan lamanya dari 110 orang ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC dari tanggal 7 Mei 2012 sampai 2 Juni 2012 ditemukan ibu hamil dengan KEK sebanyak orang 26 orang.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat kasus KEK ini untuk diseminarkan pada hari jum’at tanggal 1 Juni 2012.

1.2    Tujuan
a.    Mengetahui pengertian KEK pada ibu hamil
b.    Mengetahui tanda dan gejala dari KEK pada ibu hamil
c.    Mengetahui  penyebab terjadinya KEK pada ibu hamil
d.    Mengetahui cara penanggulangan KEK pada ibu hamil.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1    Defenisi
        Menurut Depkes RI (2002) dalam Program Perbaikan Gizi Makro menyatakan bahwa Kurang Energi Kronis merupakan keadaan dimana ibu penderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. KEK dapat terjadi pada wanita usia subur (WUS) dan pada ibu hamil (bumil).
      KEK adalah penyebabnya dari ketidakseimbangan antara asupan untuk pemenuhan kebutuhan dan pengeluaran energi (Departemen Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007).
Istilah KEK atau kurang energi kronik merupakan istilah lain dari Kurang Energi Protein (KEP) yang diperuntukkan untuk wanita yang kurus dan lemak akibat kurang energi yang kronis. Definisi ini diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO).
        Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun. Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan menderita risiko KEK bilamana LILA <23,5 cm.

2.2    Etiologi
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi KEK
2.2.1    Faktor Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi ini terdiri dari:
a.    Pendapatan Keluarga
     Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makanan. Orang dengan tingkat ekonomi rendah biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatan untuk makan, sedangkan dengan tingkat ekonomi tinggi akan berkurang belanja untuk makanan.
      Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik makanan yang diperoleh, dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan beberapa jenis makanan lainnya

b.    Pendidikan Ibu
     Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan tinggi diharapkan pengetahuan / informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik.

c.    Faktor Pola Konsumsi
    Pola makanan masyarakat Indonesia pada umumnya mengandung sumber besi heme (hewani) yang rendah dan tinggi sumber besi non heme (nabati), menu makanan juga banyak mengandung serat dan fitat yang merupakan faktor penghambat penyerapan besi (Departemen Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007).

d.    Faktor Perilaku
      Kebiasaan dan pandangan wanita terhadap makanan, pada umumnya wanita lebih memberikan perhatian khusus pada kepala keluarga dan anak-anaknya. Ibu hamil harus mengkonsumsi kalori paling sedikit 3000 kalori / hari Jika ibu tidak punya kebiasaan buruk seperti merokok, pecandu dsb, maka status gizi bayi yang kelak dilahirkannya juga baik dan sebaliknya (Arisman, 2007).

2.2.2 Faktor Biologis
Faktor biologis ini diantaranya terdiri dari :
2.2.2.1    Usia Ibu Hamil
            Melahirkan anak pada usia ibu yang muda atau terlalu tua mengakibatkan kualitas janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu (Baliwati, 2004: 3). Karena pada ibu yang terlalu muda (kurang dari 20 tahun) dapat terjadi kompetisi makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan (Soetjiningsih, 1995: 96). Sehingga usia yang paling baik adalah lebih dari 20 tahun dan kurang dari 35 tahun, sehingga diharapkan status gizi ibu hamil akan lebih baik.

2.2.2.2    Jarak Kehamilan
            Ibu dikatakan terlalu sering melahirkan bila jaraknya kurang dari 2 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa apabila keluarga dapat mengatur jarak antara kelahiran anaknya lebih dari 2 tahun maka anak akan memiliki probabilitas hidup lebih tinggi dan kondisi anaknya lebih sehat dibanding anak dengan jarak kelahiran dibawah 2 tahun. (Aguswilopo, 2004 : 5).
           Jarak melahirkan yang terlalu dekat akan menyebabkan kualitas janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. Ibu tidak memperoleh kesempatan untuk memperbaiki tubuhnya sendiri (ibu memerlukan energi yang cukup untuk memulihkan keadaan setelah melahirkan anaknya). Dengan mengandung kembali maka akan menimbulkan masalah gizi ibu dan janin/bayi berikut yang dikandung. (Baliwati, 2004 : 3).

2.2.2.3    Paritas
Paritas adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable). (Mochtar, 1998). Paritas diklasifikasikan sebagai berikut:
1.    Primipara adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan satu kali dengan janin yang telah mencapai batas viabilitas, tanpa mengingat janinnya hidup atau mati pada waktu lahir.
2.    Multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami dua atau lebih kehamilan yang berakhir pada saat janin telah mencapai batas viabilitas.
3.    Grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami lima atau lebih kehamilan yang berakhir pada saat janin telah mencapai batas viabilitas.
Kehamilan dengan jarak pendek dengan kehamilan sebelumnya kurang dari 2 tahun / kehamilan yang terlalu sering dapat menyebabkan gizi kurang karena dapat menguras cadangan zat gizi tubuh serta organ reproduksi belum kembali sempurna seperti sebelum masa kehamilan (Departemen Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007).
2.2.2.4    Berat Badan Selama Hamil .
Berat badan yang lebih ataupun kurang dari pada berat badan rata-rata untuk umur tertentu merupakan faktor untuk menentukan jumlah zat makanan yang harus diberikan agar kehamilannya berjalan dengan lancar. Di Negara maju pertambahan berat badan selama hamil sekitar 12-14 kg.
Jika ibu kekurangan gizi pertambahannya hanya 7-8 kg dengan akibat akan melahirkan bayi dengan berat lahir rendah ( Erna, dkk, 2004 ).
Pertambahan berat badan selama  hamil sekitar 10 – 12 kg, dimana pada trimester I pertambahan kurang dari 1 kg, trimester II sekitar 3 kg, dan trimester III sekitar 6 kg. Pertambahan berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin.

2.3    Tanda dan gejala
2.3.1    Lingkar lengan atas sebelah kiri kurang dari 23,5 cm.
2.3.2    Kurang cekatan dalam bekerja.
2.3.3    Sering terlihat lemah, letih, lesu, dan lunglai.
2.3.4    Jika hamil cenderung akan melahirkan anak secara prematur atau jika lahir secara normal bayi yang dilahirkan biasanya berat badan lahirnya rendah atau kurang dari 2.500 gram.

2.4    Dampak yang ditimbulkan
2.4.1    Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: Anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal dan terkena penyakit infeksi. Sehingga akan meningkatkan kematian ibu (Zulhaida, 2003).

2.4.2    Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan prematur / sebelum waktunya, perdarahan post partum, serta persalinan dengan tindakan operasi cesar cenderung meningkat (Zulhaida, 2003).

2.4.3    Janin
Kurang gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, asfiksia intra partum, lahir dengan berat badan rendah (BBLR) (Zulhaida, 2003).

2.5    Pengukuran Status Gizi
Dapat dilakukan melalui empat cara yaitu secara klinis, biokimia, biofisik, dan antropometri.
2.5.1    Penilaian secara klinis
Penilaian status gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah pertama dalam mengetahui keadaan gizi penduduk. Karena hasil penilaian dapat memberikan gambaran masalah gizi yang nampak nyata.

2.5.2    Penilaian secara biokimia
Penilaian status gizi secara biokimia di lapangan banyak menghadapi masalah. Salah satu ukuran yang sangat sederhana dan sering digunakan adalah pemeriksaan haemoglobin sebagai indeks dari anemia gizi.

2.5.3    Penilaian secara biofisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda dan gejala kurang gizi. Dilakukan oleh dokter atau petugas kesehatan atau yang berpengalaman dengan memperhatikan rambut, mata, lidah, tegangan otot dan bagian tubuh lainnya.

2.5.4    Penilaian secara antropometri.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ukuran fisik seseorang sangat erat berhubungan dengan status gizi. Atas dasar-dasar ini ukuran-ukuran antropometri diakui sebagai indeks yang baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi untuk negara-negara berkembang.
Untuk mengetahui status gizi ibu hamil digunakan pengukuran secara langsung dengan menggunakan penilaian antropometri yaitu: Lingkar Lengan Atas. Pengukuran lingkar lengan atas adalah suatu cara untuk mengetahui risiko KEK wanita usia subur (Supariasa, 2002 : 48). Wanita usia subur adalah wanita dengan usia 15 sampai dengan 45 tahun yang meliputi remaja, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur (PUS).
Ambang batas lingkar Lengan Atas (LILA) pada WUS dengan risiko KEK adalah 23,5 cm, yang diukur dengan menggunakan pita ukur. Apabila LILA kurang dari 23,5 cm artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan sebaliknya apabila LILA lebih dari 23,5 cm berarti wanita itu tidak berisiko dan dianjurkan untuk tetap mempertahankan keadaan tersebut.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
1.    Pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri.
2.    Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang.
3.    Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat, sehingga permukaannya sudah tidak rata.


2.6    Upaya Penanggulangan Yang Dilakukan
2.6.1    KIE mengenai KEK dan faktor yang mempengaruhinya serta bagaimana menanggulanginya.
2.6.2    PMT Bumil diharapkan agar diberikan kepada semua ibu hamil yang ada.
        Kondisi KEK pada ibu hamil harus segera di tindak lanjuti sebelum usia kehamilan mencapai 16 minggu. Pemberian makanan tambahan yang Tinggi Kalori dan Tinggi Protein dan dipadukan dengan penerapan Porsi Kecil tapi Sering, pada faktanya memang berhasil menekan angka kejadian BBLR di Indonesia. Penambahan 200 – 450 Kalori dan 12 – 20 gram protein dari kebutuhan ibu adalah angka yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan gizi janin.

2.6.3    Konsumsi tablet Fe selama hamil.
         Kebutuhan bumil terhadap energi, vitamin maupun mineral meningkat sesuai dengan perubahan fisiologis ibu terutama pada akhir trimester kedua dimana terjadi proses hemodelusi yang menyebabkan terjadinya peningkatan volume darah dan mempengaruhi konsentrasi hemoglobin darah.
          Pada keadaan normal hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian tablet besi, akan tetapi pada keadaan gizi kurang bukan saja membutuhkan suplemen energi juga membutuhkan suplemen vitamin dan zat besi. Keperluan yang meningkat pada masa kehamilan, rendahnya asupan protein hewani serta tingginya konsumsi serat / kandungan fitat dari tumbuh-tumbuhan serta protein nabati merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya anemia besi.

2.7    Pencegahan
2.7.1    Pemberdayaan ekonomi masyarakat sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka, terutama dalam mencukupi kebutuhan akan makanan bergizi.
2.7.2    Memberikan pengertian bagi mereka dengan profesi yang menuntut memiliki tubuh kurus tentang bahaya tubuh yang terlalu kurus apalagi jika mereka menguruskan badan dengan cara tidak lazim, seperti anoreksia atau bulimia

2.8    Cara Mengatasi Resiko KEK
         Cara Mengetahui Risiko Kekurangan Energi Kronis (Kek) Dengan Menggunakan Pengukuran Lila :
  2.8.1    Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA)
            LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) wanita usia subur termasuk remaja putri. Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek.

2.8.2    Pengukuran dilakukan dengan pita LILA dan ditandai dengan sentimeter, dengan batas ambang 23,5 cm (batas antara merah dan putih).
Apabila tidak tersedia pita LILA dapat digunakan pita sentimeter/metlin yang biasa dipakai penjahit pakaian. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya remaja putri mempunyai risiko KEK.
Bila remaja putri menderita risiko KEK segera dirujuk ke puskesmas/sarana kesehatan lain untuk mengetahui apakah remaja putri tersebut menderita KEK dengan mengukur IMT. Selain itu remaja putri tersebut harus meningkatkan konsumsi makanan yang beraneka ragam.

2.9    Deteksi dini Kurang Energi Kronis (KEK)

2.9.1    Dilakukan setiap tahun dengan mengukur Lingkar Lengan Kiri Atas (LILA) dengan memakai pita LILA.

2.9.2    Pada Remaja Putri/Wanita yang LILA-nya <23,5 cm berarti menderita Risiko Kurang Energi Kronis (KEK), yang harus dirujuk ke Puskesmas/ sarana pelayanan kesehatan lain, untuk mendapatkan konseling dan pengobatan.

2.9.3    Pengukuran LILA dapat dilakukan oleh Remaja Putri atau wanita itu sendiri, kader atau pendidik. Selanjutnya konseling dapat dilakukan oleh petugas gizi di Puskesmas (Pojok Gizi), sarana kesehatan lain atau petugas kesehatan/gizi yang datang ke sekolah, pesantren dan tempat kerja.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
     Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun. Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan menderita risiko KEK bilamana LILA <23,5 cm.
Ibu Hamil yang menderita KEK sangat beresiko melahirkan BBLR dimana berat bayi kurang dari 2500 gram. Cara pencegahan KEK adalah dengan mengkonsumsi berbagai makanan bergizi seimbang dengan pola makan yang sehat.

3.2 Saran
     Disarankan kepada petugas kesehatan untuk meningkatkan program penyuluhan tentang gizi seimbang dan bagi remaja lebih meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung sumser zat besi seperti sayuran hijau,potein hewani(susu, daging,telur) dan penambahan suplemen zat besi. Dan untuk para pembaca sebaiknya juga memperhatikan gizi dan pola makan sehari-harinya.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. Direktorat Pembinaan Kesehatan Masyarakat. 1996.  Pedoman
Penanggulangan Ibu Hamil Kekurangan Enargi Kronis.  Jakarta.
Depkes RI. 1997.  Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995.  Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan.  Jakarta.
Saraswati, E. 1998.  Resiko Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia untuk 
melahirkan Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).  Penelitian Gizi dan Makanan jilid 21.

Senin, 25 Juni 2012

HIPEREMESIS GRAVIDARUM


Adalah suatu keadaan pada masa kehamilan dimana terjadi mual dan muntah yang berlebihan, kehilangan berat badan, serta terjadinya gangguan keseimbangan elektrolit. Terjadi pada 1-2% ibu yang pada masa kehamilannya mengalami morning sickness. Umumnya gangguan mual muntah tersebut bisa berlangsung hingga minggu ke-20 kehamilan, yang ditandai dengan mual yang tidak terkendali serta muntah-muntah hampir dua puluh kali setiap harinya. Hyperemesis gravidarum tidak dapat dicegah namun ibu hamil dapat menjadi lebih nyaman jika mengetahui cara manajemen perawatan hyperemesis gravidarum tersebut.

Walaupun ada dugaan bahwa mual muntah yang berlebihan dapat memperbesar risiko terjadinya keguguran, namun kondisi tersebut sebenarnya lebih membahayakan si ibu. Ibu hamil bisa mengalami dehidrasi yang dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan baik. Dehidrasi tersebut dapat mengakibatkan kerusakan organ hati dan ginjal. Biasanya dokter akan memberikan suntikan serta obat-obatan antimual untuk mengatasinya.

Penyebabnya...
Hyperemesis gravidarum sampai saat ini masih belum diketahui dengan jelas faktor yang menjadi penyebab pastinya. Namun perubahan hormonal diduga memiliki kaitan dengan kejadian ini. Hypermemesis gravidarum lebih sering dialami oleh ibu dengan kehamilan multipel (kembar dua atau lebih) dan seorang wanita yang mengalami hyperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya mempunyai kemungkinan mengalami hyperemesis gravidarum pada kehamilan berikutnya.

Gejala-gejala yang dialami...

Pada setiap ibu hamil gejalanya tidak selalu sama, tapi yang paling sering dirasakan seperti :

· Mual dan muntah berat terutama pada trimester pertama kehamilan
· Muntah setelah makan atau minum
· Kehilangan berat badan >5% dari BB ibu hamil sebelum hamil, (rata-rata kehilanagn BB 10%)
· Dehidrasi
· Penurunan jumlah urine
· Sakit kepala
· Bingung
· Pingsan
· Jaundise

Pada keadaan yang parah perlu perawatan khusus karena hiperemesis gravidarum ini akan menyebabkan perubahan bahkan ganguan keseimbangan cairan dan elektrolit, defisiensi nutrisi, gangguan liver dan jaundise (warna kuning pada kulit, mata dan membran mukosa). Dan kehilangan berat badan ibu hamil yang berlebih dan kekurangan nutrisi berefek pada pertumbuhan janin.

Penatalaksanaan ...

Tujuan dari penatalaksaan ini diantaranya adalah :

· Menurunkan rasa mual dan muntah
· Mengganti kehilangan cairan dan elektrolit
· Memenuhi kebutuhan nutrisi dan mengatasi kehilangan BB ibu hamil

Cara yang dapat dilakukan untuk meringankan gejala-gejala saat dirumah adalah :
Makan dalam jumlah sedikit tapi sering, jangan makan dalam jumlah atau porsi besar hanya akan membuat anda bertambah mual. Berusahalah makan sewaktu anda dapat makan, dengan porsi kecil tapi sering.

Makan makanan yang tinggi karbohidrat dan protein yang dapat untuk membantu mengatasi rasa mual anda. Banyak mengkonsumsi buah dan sayuran dan makanan yang tinggi karbohidrat seperti roti, kentang, biscuit

Di pagi hari sewaktu bangun tidur jangan langsung terburu-buru terbangun, cobalah duduk dahulu dan baru perlahan berdiri bangun. Bila anda merasa sangat mual ketika bangun tidur pagi siapkanlah snak atau biscuit didekat tempat tidur anda, dan anda dapat memakannya dahulu sebelum anda mencoba untuk berdiri.

Hindari makanan yang berlemak, berminyak dan pedas yang akan memperburuk rasa mual anda.

Minum yang cukup untuk menghindari dehidrasi akibat muntah. Minumlah air putih, ataupun juice. Hindari minuman yang mengandung kafein dan karbonat.
Vitamin kehamilan kadang memperburuk rasa mual, tapi anda tetap memerlukan folat untuk kehamilan anda ini. Bila mual muntah sangat hebat, konsultasikan ke dokter anda sehingga dapat diberikan saran terbaik untuk vitamin yang akan anda konsumsi. Dan dokter anda mungkin akan memberikan obat untuk mual bila memang diperlukan.

Vitamin B 6 efektif untuk mengurangi rasa mual pada ibu hamil. Sebaiknya Konsultasikan dahulu dengan dokter anda untuk pemakaiannya.

Pengobatan Tradisional : Biasanya orang menggunakan jahe dalam mengurangi rasa mual pada berbagai pengobatan tradisional. Penelitian di Australia menyatakan bahwa jahe dapat digunakan sebagai obat tradisional untuk mengatasi rasa mual dan aman untuk ibu dan bayi. Pada beberapa wanita hamil ada yang mengkonsumsi jahe segar atau permen jahe untuk menbantu mengatasi rasa mualnya.



Istirahat dan relax akan sangat membantu anda mengatasi rasa mual muntah. Karena bila anda stress hanya akan memperburuk rasa mual anda.

Perawatan yang biasa dilakukan di Rumah Sakit antara lain :

· Pemberian cairan intra vena : untuk memberikan hidrasi, elektrolit, vitamin dan nutrisi
· Percutaneus endoscopic gastrotomy : memberikan nutrisi
· Medikasi : Metoclopramide, Antihistamin, dan anti reflux medication.

Selasa, 19 Juni 2012

PERDARAHAN POSTPARTUM

3.1.      MASALAH PERDARAHAN POSPARTUM
3.1.1.      Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan postpartum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500 – 600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir ( Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998 ).
Haemoragic Post Partum ( HPP ) adalah hilangnya darah leih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi ( Williams, 1998 ).
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu ( 40 – 60% ) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta diaporkan berkisar 16 – 17%. Di RSU H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun ( 1997 – 1999 ) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus ( 0,68% ) berakhir dengan kematian ibu.
Yang dinamakan perdarahan postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 cc dalam 24 jam setelah anak lahir.
Perdarahan sesudah 24 jam setelah anak lahir disebu perdarahan postpartum yang lambat, biasanya disebabkan oleh jaringan plasenta yang tertinggal.
Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; ¼ dari kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan ( perdarahan postpartum, plasenta previa, solution plaentae, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri ) disebabkan oleh perdarahn postpartum
Selain dari itu dimana perdarahan postpartum tidak menyebabkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anaemia mengurangkan daya tahan. Maka tugas kita mencegah perdarahan yang banyak, amat penting.
Perdarahan postpartum lebih sering terjadi pada iu – ibu di Indonesia dibandingkan dengan kejadian di luar negeri. Perdarahan postpartum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
1.   Early Postpartum  : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.
2.   Late postpartum    : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir.

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan postpartum adalah sebagai berikut :
1.      Menghentikan perdarahan.
2.      Mencegah timbulnya syok.
3.      Mengganti darah yang hilang.

Frekuensi perdarahan postpartum 4/5 – 15% dari seluruh persalinan. Bedasarkan penyebabnya :
1.      Atoni uteri ( 50 – 60% ).
2.      Retensio plasenta ( 16 – 17% ).
3.      Sisa plasenta ( 23 – 24% ).
4.      Laserasi jalan lahir ( 4 – 5% ).
5.      Kelainan darah ( 0,5 – 0,8% ).

Etiologi dan Patogenesis
Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu :
1.      Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat palsenta, namun dinding uterus temap plasenta melekat masih tipis.
2.      Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat ( dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm ).
3.      Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematon yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4.      Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala III pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala III, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.

Tanda – tanda lepasnya plasenta :
1.      Keluanya darah secara tiba – tiba.
2.      Tali pusat memanjang.
3.      Uterus membulat dan memanjang.

Faktor – faktor yang mempengaruhi plasenta :
1.      Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks ; kelemahan dan tidak efektifnya  kontraksi uterus ; serta pembentukan constriction ring.
2.      Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa ; implantasi di cornu ; dan adanya plasenta akreta.
3.      Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik ; pemberian uterotonik yang tidak tepat wakunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plaenta ; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.




Manifestasi Klinis
Gejala klinis umum yang terjadi ialah kehhilangan darah dalam jumlah banyak  > 500 ml ), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih dan dapat terjadi syol hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.

Gejala klinis berdasarkan penyebab :
1.      Atonia Uteri
Gejala yang selalu ada : uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir ( perdarahan post partum primer ).
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terleppasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum ; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atonia uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama ; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil  seperti pada hamil kembar atau janin besar ; persalinan yang serin ( multiparitas ) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dan mendorng rahim ke bawah sementara plasenta belum epas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila ada perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
Tearapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan supaya penghentian perdarahan sepecap mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat dilakukan kompresi baimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa ke dalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinan dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Adapun faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : umur, paritas, partus lama dan partus terlantar, obstetric operatif dan narkosa, uterus terlalu renggang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couvelair pada solusio plasenta, factor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.

2.      Retensio Plasenta
Gejala yang selalu ada : plasenta belu lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
Gejala yang kadang – kadang timbul :  tali pusat putus akibat raksi berlebihan, inverse uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan.
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi  lahir.

Penyebab retensio plasenta :
1.      Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam.  Menurut tingkat perlekatannya :
a.       Plasenta adhesive : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
b.      Plasenta inkerta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
c.       Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d.      Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembuus serosa atau peritoneum dinding rahim.
2.      Plasenta sudah lepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim ( akibat kesalahan penanganan kala III ) yang akan menghalangi plasenta keluar (  plasenta inkarserata ).

3.   Inversio Uteri
Inversiio uteri adalah  keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi diluar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.

Pembagian inversion uteri :
a.       Inversio uteri ringan : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavumuteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
b.      Inversio uteri sedang : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
c.       Inversio uteri berat : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.

Penyebab inversion uteri ;
a.       Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi ( mengejan dan batuk ).
b.      Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
Faktor – faktor yang memudahkan terjadinya inversion uteri :
a.       Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
b.      Tarikan tali pusat yang berlebihan.

Frekuensi inversion uteri ; angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.

Gejala klinis inversion uteri :
a.       Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi stranguasi dan nekrosis.
b.      Pemeriksaan dalam :
1.      Bila masih inkomplit aka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
2.      Bila komplit, diatas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
3.      Kavum uteri sudah tidak ada.

4.    Perdarahan karena robekan serviks
Setelah persalinan buatan atau kalau ada perdarahan walaupun kontraksi uterus baik dan darah yang keluar berwarna merah muda harus dilakukan pemeriksaan dengan speculum. Jika terdapat robekan yang berdarah atau robekan yang lebih besar dari 1 cm, maka robekan tersebut hendaknya dijahit.
Untuk memudahkan penjahitan, baiknya fundus uteri ditekan ke bawah hingga cerviks dekat dengan vulva.
Kemudian kedua bibir serviks dijepit dengan klem dan ditarik ke bawah. Dalam melakukan jahtan jahtan robekan serviks ini yang penting bukan jahitan lukanya tapi pengikatan dari cabang – cabang arteria uterine.


5.   Perdarahan postpartum karena sisa plasenta
Jika pada pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka harus dilakukan ekksplorasi dari kavum uteri.
Potongan  potongan plasenta yang ketinggalan tanpa diketahui, biasanya menimbulkan perdarahan postpartum lambat.
Kalau perdarahan banyak sebaiknya sisa – sisa plasenta ini segera dikeluarkan walaupun ada demam.

6.   Robekan Jalan Lahir
Gejala yang selalu ada : perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uterus baik, plasenta baik.Gejala yang kadang – kadang timbul : pucat, lemah, menggigil.
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.

a.   Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulakn perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak mau berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.
b.   Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam. Terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
c.   Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hamper semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran panggul yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika.
Perdarahan pada traktus genetalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah :
1)      Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar (fundus uteri masih tinggi).
a.       Kontraksi uterus lembek, lemah dan membesar ( fundus uteri masih tinggi ).
b.      Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
c.       Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.
2)      Atonia uteri ( robekan jaringan lunak )
a.       Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
b.      Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus menerus, penangnanannya : ambil speculum dan cari robekan.
c.       Setelah dilakukan masase atau pemberian uterootonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.



Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus terus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah – pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi tterus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiotomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah. Penyakit pada darah ibu misalnya  afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak adanya atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

Pemeriksaan Fisik
a.       Pemerikasan tanda – tanda vital
1.      Pemeriksaan suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal ( 36 – 370C ), terjadi penurunan akibat hipovolemia.
2.      Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.
3.      Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.
4.      Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga menjadi tidak normal.




Pemeriksaan Khusus
:
 
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda – tanda komplikasi dengan mengevaluasi system dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi
1.      Nyeri / ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus  ( fragmen – fragmen plasenta tertahan ).
2.      Sistem  vaskuler
a.       Perdarahan diobservasi setiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap jam berikutnya.
b.      Tensi diawasi setiap 8 jam.
c.       Apakah ada tanda – tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah.
d.      Haemorroid diobservasi, konjungtiva anemis / sub anemis, defek koagulasi congenital, idiopatik trombositopeni purpura.
3.      Sistem reproduksi
a.       Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari postpartum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya.
b.      Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau.
c.       Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda – tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitan yang lepas.
d.      Vulva dilihat, apakah ada edema atau tidak.
e.       Payudara dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum.
f.       Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan ( sub involusi ).
4.      Traktus urinarus
Diobservasi tiap 2 jam hari pertama.Meliputi miksi lancer atau tidak, spontan dan lain – lain.
5.      Traktur gastro intestinal.
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi.
6.      Integritas ego : mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.
Pemeriksaan Penunjang
1.      Hitung darah lengkap
Untuk menetukan tinghkat hemoglobin ( Hb ) dan hematokrit ( Hct ), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi
2.      Menentukan adanya gangguan kongulasi
Dengan hitung protombrin time  ( PT )  dan activated Partial Tromboplastin Time ( aPTT ) atau yang sederhanadengan Clotting Time ( CT ) atau Bleeding Time ( BT ). Ini penting untuk menyingkirkan garis spons desidua.

Diagnosa Banding
Meliputi plasenta akreta, suatu plasenta abnormal yang melekat pada miometrium tanpa garis pembelahan fisiologis melalui  garis spons desidua.

Penatalaksanaan
Penanganan Retensio Plasenta
1.        Resusitasi, pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV – line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid ( sodium klorida isotonic atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan ). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen.  Tranfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2.        Drips Oksitosin ( oxytocin drips ) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0,9% ( normal saline ) sampai uterus berkontraksi.
3.        Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4.        Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5.        Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang ( cunam ) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati – hati karena dinding rahim relative tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6.        Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7.        Pemberian antibiotika apabila ada tanda – tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.